Jumat, 20 Juli 2012

Puasa dan Prestasi Olimpiade

Mantan atlet Atletik Tanzania, Suleiman Nyambui (kiri), yang menyabet medali perak Olimpiade 1980 pada nomor lari 5.000 meter meskipun sedang berpuasa. 
KOMPAS.com - Memenangkan medali Olimpiade saja sudah sulit. Bagaimana dengan berusaha memenangkan medali Olimpiade sambil berpuasa? Uniknya,
memenangkan medali ketika sedang menjalani ibadah puasa ternyata tidak terlalu sulit.

Setidaknya, ini menurut mantan atlet dari Tanzania, Suleiman Nyambui. Nyambui memenangkan medali perak dalam Olimpiade musim panas tahun 1980 untuk nomor lari 5.000 meter.

"Ketika Anda memutuskan untuk melakukan sesuatu, Allah berada di belakang Anda," kata Nyambui. Saat ini, Nyambui tengah menikmati kesuksesan kariernya di Universitas El-Paso di Texas dan sekarang juga menjabat sebagai Sekretaris Jenderal untuk asosiasi atletik Tanzania.

Sama seperti pada tahun 1980, Olimpiade kali ini bersamaan dengan bulan suci Ramadhan. Tahun ini, lebih dari 3.000 atlet Muslim akan berkompetisi dalam pertandingan Olimpiade. Namun, banyak di antara mereka yang memilih untuk tidak menjalankan puasa. Keputusan ini sudah diketahui dan disetujui oleh otoritas keagamaan.

Hal senada juga disampaikan oleh ketua PBSI Djoko Santoso, Kamis (19/7/2012) di Jakarta, yang mengatakan bahwa keputusan untuk berpuasa atau tidak sudah menjadi tanggung jawab masing-masing atlet.

Nyambui mengatakan, hal terberat sebenarnya adalah proses latihan. Bertanding itu mudah. Menjalani puasa sebelum Olimpiade, ketika para atlet tengah mempersiapkan badan mereka untuk berkompetisi, itu baru sulit dilakukan, katanya. Ia menyadari bahwa berpuasa dapat memberikan kesulitan pada atlet, namun biasanya hal ini hanya terjadi pada minggu pertama atau kedua bulan puasa, ketika tubuh masih menyesuaikan diri.

"Setelah orang-orang terbiasa dengan berpuasa, mereka dapat bermain sepak bola, melakukan jogging, mereka juga dapat pergi berenang," ujar Nyambui.

Beberapa atlet mengatakan bahwa bulan puasa justru membuat mereka lebih disiplin, fokus, dan lebih spiitual. Itu semua dapat menambah kualitas performa mereka.

Beberada siswa sekolah kedokteran telah menemukan bahwa berpuasa mengurangi performa atlet. Beberapa orang lainnya menemukan bahwa berpuasa hampir tidak memiliki konsekuensi apapun. Dokter mengatakan bahwa efek dari berpuasa juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti cuaca dan waktu. Perlombaan lari di pagi hari yang dingin akan lebih mudah dilakukan oleh atlet yang sedang berpuasa ketimbang berlomba di sore hari yang panas.

Secara tradisional Islam telah memiliki kebiasaan untuk memberikan kelonggaran pada orang sakit maupun orang yang tengah melakukan perjalanan jauh untuk tidak berpuasa dan menebus puasanya di waktu lain. Ulama dari Mesir dan Arab Saudi jua memberikan kelonggaran bagi atlet mereka pada tahun ini.

Banyak atlet Muslim lainnya juga mengatakan bahwa mereka ingin menunda puasa sampai selesai bertanding. Sbihi, setelah berkonsultasi dengan seorang ulama, mengatakan bahwa ia ingin mendonasikan 60 makanan untuk setiap puasa yang ia lewati untuk diberikan kepada orang-orang miskin di Maroko, tempat asal ayahnya.

Beberapa orang Muslim lainnya mengkritisi keputusan atas pengecualian ini sebagai tindakan yang melepaskan kewajiban. Tapi banyak orang lain yang juga mengatakan bahwa hal ini mengamalkan fleksibilitas Islam dan mengesampingkan anggapan yang melihat Islam sebagai kepercayaan yang kaku dan dogmatis.

"Jika Anda dipilih untuk merepresentasi negara Anda, itu adalah tanggung jawab yang besar. Melepaskan tanggung jawab itu adalah hal yang hampir tidak Islami," kata Zahed Amanullah, seorang Muslimin Amerika yang telah tinggal di London sejak tahun 2003, dan berencana untuk membawa anak perempuannya ke pertandingan taekwondo dan bola voli.

"Ekstrimis dibangun dari rasa bahwa Anda harus selalu melakukan hal yang  maksimal," kata Amanullah. "Ini mendemonstrasikan bahwa Islam bukan berarti melakukan hal yang maksimum sepanjang waktu. Sebenarnya, Islam adalah mengenai keseimbangan dan moderat dan beralasan."

Amanullah yang bekerja sebagai manajer konstruksi pada beberapa gedung Olimpiade, juga percaya pertandingan musim panas akan memberikan kesempatan bagi orang-orang Inggris yang beragama Islam untuk menunjukkan bahwa mereka juga bagian dari orang-orang Inggris.

Bagi atlet Muslim, Olimpiade tahun ini penting karena Arab Saudi, Qatar, dan Brunei akan mengirim atlet perempuan untuk pertama kalinya ke pertandingan Olimpiade.

"Saya selalu menonton Olimpiade dengan penuh ketertarikan. Namun, saya secara spesifik tertarik untuk mengikuti para perempuan ini dan melihat bagaimana mereka beraksi," kata Dr Kureshi, seorang dokter keluarga di Washington DC.

 
Sumber :
huffingtonpost
Editor :
Aloysius Gonsaga Angi Ebo